Senin, 21 Januari 2013
Love Is Blind #3 by : Kumpulan Cerbung Dan Cerpen Idola Cilik
Alvin mendekap erat tubuh Sivia. Tangannya pun refleks mengelus lembut rambut Sivia. Entah apa yang dirasakan Alvin pada saat memeluk Sivia. Alvin seperti merasakan hadirnya kembali sosok Zevana disisinya. Zevana yang statusnya kini adalah mantan kekasih Alvin. Zevana-Alvin sebenarnya tidak pernah berucap kata 'putus'. Namun, takdir berkata lain. Zevana pergi meninggalkan Alvin jauh dan takkan pernah kembali disaat Alvin mulai menyayangi Zevana. Tuhan memanggilnya! Dan entah mengapa Alvin merasakan sosok Zevana hadir di dalam diri Sivia. Alvin merindukan sosok Zevana. Sosok yang benar-benar dicintainya. Dia merindukan pelukan hangat dari gadis itu. Dan kini, semua itu takkan pernah bisa dirasakan oleh Alvin. Itu juga penyebabnya kenapa Alvin bisa sering mengunjungi café BarBerryClub bersama Cakka dan Rio. Alvin depresi berat ketika Zevana pergi meninggalkannya tanpa pamit. Dan 3 hari. 3 hari ia harus lost contact dengan Zevana. Dan ternyata, hari ketiga saat Alvin sukses melaksanakan keinginan Zevana, Zevana pergi tanpa pamit dengan Alvin. Itu menyisakan sakit dihati Alvin.
" Zeva... " gumam Alvin sambil terus-terusan membelai lembut rambut Sivia.
" WOY!! " Gabriel melepaskan dengan paksa pelukan Alvin ke Sivia.
BUGGHHH(?)
Gabriel menonjok wajah Alvin. Ia begitu emosi melihat perlakuan Alvin ke Sivia. Sivia hanya bisa terdiam dan tak bereaksi ketika Alvin memeluknya.
" Shit! " Alvin berdiri kemudian ia menarik kerah baju Gabriel dan hendak memukulnya balik. Namun...
" BERHENTI! COWOK SINTING, GILA, STRESS! JANGAN PUKULIN COWOK GUE! " teriak Sivia lalu berlari menghampiri Gabriel. Alvin mengurungkan niatnya lalu mengelap darah segar yang keluar dari sudut bibir kanannya.
" Awas ya lo berdua. Kalo sampai ketemu lagi, inget aja apa yang bakal gue lakuin. Dan buat elo, cowok sinting. Jangan salahin gue kalo entar cewek elo ini jatuh ke dalam pelukan gue kayak tadi. " ucap Alvin sambil menoel dagu Sivia kemudian ia pergi meninggalkan Sivia-Gabriel.
" Vi... "
" Hmm, jangan sampai omongan cowok sinting itu terjadi. Najis tralala tralili gue jatuh ke pelukan cowok sipit gila kayak dia. " Sivia ngedumel dan kesal akibat Alvin. Ia masih terlalu emosi apabila mengingat kejadian dimana saat Alvin memeluk erat dirinya. Terutama memanggil dirinya dengan sebutan 'Zeva'.
" Amiin... Aku juga berharap begitu, Vi. Aku juga nggak mau ntar kamu kenapa-napa sama cowok gila kayak dia. " Gabriel mengacak-acak rambut Sivia.
" Makasih ya, Iel. By the way, siapa cewek lo sekarang? Udah dapet dong cewek di Aussie. Cewek disana kan cantik-cantik. " Sivia tersenyum tipis dan mencoba menyembunyikan rasa cemburunya terhadap Gabriel-mantan kekasihnya.
" Weleeehh, kata siapa tuh? Gue masih jomblo kaliii... Haha. Hati gue kan cuma buat seorang Sivia Putri Azizah. " goda Gabriel sambil tersenyum jahil.
" Gombal! "
" Iii... Serius kali, Vi. Hatiku cuma buat kamu. Maaf ya kalo sebelumnya aku udah bikin kamu kecewa. Dan sekarang, apa kamu mau kembali lagi sama aku? Kembali mengisi ruang hatiku yang kosong dengan cintamu? " Gabriel meraih tangan Sivia kemudian mengenggamnya dengan erat.
Sivia tersenyum manis. " Aku akan selalu mengisi ruang kosong dihatimu. Sekarang maupun untuk selamanya. Cintaku hanya untuk seorang Gabriel Stevent Damanik. "
" Aaaaa... Thank you so much, Sivia. Gue seneng banget. " Gabriel memeluk Sivia lalu melompat kegirangan karena cintanya kembali diterima Sivia.
' Kata orang cinta itu buta. Dan semoga, aku tidak dibutakan oleh cinta Gabriel. Dan semoga ini semua bukan kebohongan belaka yang dibuat Gabriel. Aku nggak mau sakit untuk kedua kalinya karena terlalu dibutakan oleh cintaku terhadap Gabriel. Aku harap semua bisa berjalan lancar tanpa ada halangan dalam cintaku dengan Gabriel. Hmm... Cinta itu buta? Bohong! Cinta itu indah bagiku. ' batin Sivia sambil tersenyum manis.
:: Jujurlah padaku bila kau tak lagi cinta. Tinggalkanlah aku bila tak mungkin bersama ::
HP Gabriel nampak berdering. Ia menatap layar HPnya dengan ekspresi yang kaget dan tak percaya.
" Zahra... " gumam Gabriel.
" Kok ga diangkat, Iel? Angkat aja. Kali aja itu telpon penting. "
" Tunggu bentar ya, Vi. " pamit Gabriel ke seberang. Sivia hanya mengangguk kemudian tersenyum tipis.
Diseberang jalan...
" Hah? Leukimia stadium 3? Ra, kamu nggak bohongin aku kan? Terus, kenapa kamu baru telpon aku sekarang? Oke, Ra, oke, aku ke rumah sakit sekarang. Tunggu aku disana ya... "
tut...tut...tut... Gabriel mengakhiri percakapannya dengan seorang gadis diseberang sana bernama Zahra. Ia menghampiri Sivia.
" Vi... Maaf ya. Aku harus pergi sekarang. Aku ada urusan penting banget yang harus aku selesaiin. Kamu bisa pulang sendiri kan, Vi? "
" Iya. Aku bisa pulang sendiri kok. " ucap Sivia dengan nada sedikit jutek.
" Jangan ngambek dong, say. " Gabriel memegang wajah Sivia. Kemudian dikecupnya dengan lembut kening Sivia. " Jaga diri baik-baik ya. Aku sayang sama kamu. "
" Aku juga sayang sama kamu, Iel. " lirih Sivia.
" Aku pergi dulu ya. Sampai ketemu nanti. " pamit Gabriel sambil mengacak-acak rambut Sivia. Kemudian ia pergi meninggalkan Sivia ditengah jalan sendirian.
" Gabriel... " lirih Sivia. Air matanya pun kini menetes membasahi pipi. Entah mengapa firasat Sivia sangat jelek terhadap Gabriel. Sivia merasa bahwa Gabriel memang tidak sungguh-sungguh sayang dan cinta terhadapnya. Namun, Sivia hanya dibutakan oleh cintanya terhadap Gabriel.
" LOVE IS BLIND! " teriak Sivia lalu beranjak pergi.
***
" Oik... Oik... Jangan tinggalin gue. Gue sayang sama lo. " Cakka mengigau dalam keadaan tak sadar. Ia kini sedang berada dirumah sakit dengan wajah yang penuh dengan luka memar akibat pukulan yang diterima dari Alvin.
" OIKKKKK... "
Cakka tersadar dari mimpi buruknya. Ia mengatur nafasnya yang tak beraturan. Cakka menatap seluruh ruangan yang ditempatinya saat ini. Rumah sakit tentunya.
" Eh, kamu udah sadar? Aku nemuin kamu tergeletak di café BarBerryClub. Ya udah aku bawa aja kamu kesini. " seorang gadis nampak tersenyum manis pada Cakka. Cakka mengerutkan dahinya.
" Gue dimana? Dan elo siapa? " tanya Cakka kebingungan.
" Nama gue Acha. Gue sering ke BarBerryClub kalo lagi ketimpa masalah. Ortu gue mau cerai. Gue stress ngadepin semuanya. Eh, sorry kalo gue curcol. " gadis itu nyengir kuda kehadapan Cakka.
" No problem. Gue juga punya masalah sama kayak elo. Bahkan, gue juga udah perlakuin cewek-cewek di café dengan kasarnya. Dan... Penyanyi café kebanggaan bokap gue harus nanggung malu karena ulah gue. Gue bahkan nggak sadar bahwa gue main cium dia sembarangan. Sekarang, bokap gue benci banget sama gue, Cha. " Cakka tertunduk lesu. Ia tak tahu kini harus berbuat apa. Orang tuanya pun bahkan tak ada yang peduli terhadap diri Cakka.
" Hah? Oh, yang ribut-ribut tadi ya? Yang katanya elo cium Ashilla penyanyi café BarBerryClub? "
Cakka mengangguk. " Yup! Sayangnya, dia langsung bilang nggak akan pernah mau ngunjungin café bokap gue lagi. Sedangkan bokap gue nyuruh buat dia kembali nyanyi di café. Karena... BarBerryClub bisa bangkrut tanpa penyanyi seperti dia. Suaranya dia itu indah banget. Dan dia juga cantik bagaikan bidadari. Dia itu kayak kamu. Sama-sama cantik. "
" Haha... Apaan sih! Oya, Oik yang lo sebut daritadi itu siapa sih? Perasaan kamu ngigau Oik mulu dari tadi sebelum kamu sadar. "
Cakka melotot. Tak disangka bahwa Acha mengetahui dia menyebut nama Oik. Oik yang jelas-jelas mantan kekasih Cakka.
" Oik itu mantan gue. Gue itu sayang banget sama dia. Tapi... " Cakka menghentikan pembicaraannya lalu mengingat kejadian lalu yang terjadi terhadap dirinya dan Oik.
FLASHBACK-ON
" Peri kecil, kamu nggak akan pergi ninggalin aku kan? Kamu sayang sama aku kan, Ik? " Cakka mengenggam erat tangan Oik. Oik yang tersenyum manis dihadapannya.
" Maafin aku, Kka. Aku udah tunangan sama cowok lain. Dan aku mungkin bisa bahagia sama dia. Maafin aku yang nggak bisa terus menemani kamu yang merasa kesepian. Tapi, ini jalan yang terbaik. Semoga kamu bisa ya menemukan pengganti yang lebih baik dari aku. Aku sayang kamu, Kka. " lirih Oik.
" Tapi... "
Oik menarik wajah Cakka. Ia mendaratkan bibirnya dibibir Cakka dan membiarkan kejadian itu terjadi. Cakka menatap mata Oik. Cakka tahu bahwa Oik masih mencintainya. Dan dia tidak mungkin tega meninggalkan Cakka. Tapi, semua ini telah terjadi...
" Aku pergi, Kka... " Oik menjauhkan wajahnya kembali. " Pergi dan tak akan kembali lagi ke pelukanmu. Aku kini telah menjadi milik orang lain dan semoga kamu akan bahagia dengan gadis lain yang bisa menjadi pendamping hidup kamu. Selamat tinggal, Kka. "
" Ik... "
Oik berlari jauh meninggalkan Cakka. Cakka yang terdiam dan membiarkan kepergian Oik.
" Mungkin ini yang terbaik. Aku sayang kamu, Ik. "
FLASHBACK-OFF
" Ohh... Jadi gitu ceritanya. " Acha manggut-manggut mendengar cerita Cakka-Oik. Sungguh percintaan yang tragis. Dan kini, masih tersimpan rasa cinta Cakka untuk Oik. Tapi kini semua telah sirna. Bersama bayangan Oik, cinta Oik yang pergi dari hidup seorang Cakka Nuraga.
" Cha, makasih ya udah nolongin aku. " Cakka tersenyum manis lalu membelai lembut rambut Acha.
" Sama-sama, Cak. Aku juga nolongnya ikhlas kok. "
" Panggil aku Kka. Jangan Cak! Ntar dikira gue cicak. " ucap Cakka sambil manyun. Acha tertawa ngakak melihat ekspresi Cakka yang berlebihan.
" Lebay deh! Ya udah, Kka. Oya, soal biaya rumah sakit udah gue bayar tadi. Elo mau pulang sekarang? Atau kondisi lo belum stabil? Gue bisa kok temenin elo disini, Kka. "
" Gue udah mendingan kok, Cha. Thanks ya... "
" Sama-sama. Terus mau pulang? " tanya Acha.
" Yap! "
" Oke, aku ijin dokter dulu terus kita pulang, gimana? "
" Oke, cepetan ya. Soalnya gue males lama-lama dirumah sakit. "
Acha pergi meninggalkan ruang rawat Cakka lalu menuju ruang Dokter untuk meminta ijin pulang.
***
" Shill, elo udahan dong nangisnya. Gue nggak suka liat adik gue nangis kayak gini. Lo kan kuat. Jangan cengeng kayak gini dong. " Riko membelai rambut Shilla. Ia bingung harus melakukan apa agar tangisan adiknya itu terhenti.
" Rik, g...gue malu. Gue ngerasa harga gue itu udah diinjak-injak sama cowok yang namanya Cakka. " Shilla kini melepaskan pelukannya ke Riko. Matanya terlihat bengkak akibat kebanyakan menangis.
" Hmm... Gue nggak tau harus lakuin apalagi. Elo bisa temuin gue sama yang namanya Cakka? " Riko menaikkan sebelah alisnya.
" Bisa! Besok sepulang sekolah gue anterin elo ketemu sama dia di café BarBerryClub. Orang dia sering banget ke café. Katanya sih ortunya cerai. Semoga aja dia nggak punya ortu sekalian. " ucap Shilla sinis.
" Husshh! Nggak boleh ngomong gitu. Karma masih berlaku lho, Shill. Jangan gitu ah. Dia itu kan lagi kesepian karena ortunya pisah. Lo jangan malah doain dia kayak gini. " ucap Riko yang tidak terima dengan ucapan adiknya itu.
" Terserah lo deh! Keluar sana. Gue mau mandi. " usir Shilla.
" Ngusir nih? "
" Iya! Keluar, Rik! "
" Iya, iya, bawel amat sih lo. " Riko mengacak-acak rambut Shilla kemudian keluar dari kamar Shilla. Shilla melanjutkan tangisannya. Ia kini tertidur sambil memeluk bantal guling kesayangannya itu.
" GUE BENCI CAKKA! "
***
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar