Agni
berlari dengan mengenakan pakaian biru muda dan rok panjang berwarna
putih, serta jepit biru dan sepatu berwarna biru senada. Dari pakaiannya
sudah terlihat lumayan feminin, seperti ia akan datang ke suatu acara.
Namun, kenapa harus berlari?
‘Mampus!
Aku udah telat!’ batinnya. Ia mempercepat larinya. Di tengah jalan raya
pun ia berlari, terkadang juga menoleh kesana kemari melihat keadaan.
Tiba-tiba saja..
TIIN!
Teriak klakson sebuah mobil putih yang mewah. Agni menoleh dan otomatis
terkejut sehingga seluruh tubuhnya bingung harus bergerak bagaimana.
“AWAS!
NYINGKIR!” teriak orang yang mengendarai mobil itu. Namun, Agni tak
juga menyingkir. Orang itu berusaha keras mengerem mobilnya yang sejak
tadi ia ajak ‘ngebut’.
NGIIK….
SREK. Mobil itu berhasil ia rem. Tepat didepan Agni dan beberapa senti
lagi mungkin akan mengenai kaki Agni. Agni masih terdiam dengan wajah
kagetnya di depan mobil orang itu. Orang itu dengan kesal keluar dari
mobilnya.
“Heh!
Sadar enggak sih? tadi aku udah teriak-teriak nyuruh kamu nyingkir! Eh
apa? Kamu malah bengong seribu lagu di tengah jalan! Gila ya! nyaris aje
aku nabrak kamu!” bentak orang itu. Agni seketika sadar dari
lamunannya.
“Apa?!
Kamu nyalahin aku? Yang salah tu ya mas sendiri! Ngapain juga bawa
mobil pake kecepetan setinggi langit! Kaya orang dikejar macan aja!”
balas Agni tak mau disalahkan. Orang itu mendengus kesal.
“Mas?
Emangnye kamu kira aku kagak punya nama ape?! Nama aku CAKKA NURAGA!
Enak aja mas.. emangnya mas parjo apa? Kamu sendiri juga ngapain
lari-lari kaya habis nyopet dompet orang? Dasar mbak inem!” Agni
melototkan matanya mendengar balasan orang yang bernama Cakka itu tak
mau kalah.
“Aku
juga punya nama! Enak aja mbak inem! Emangnye pacar mu apa mbak inem?!
Namaku AGNI NUBUWATI! salam licik dari saya!” balas Agni menjabat tangan
Cakka dengan tenaga sapi. Cakka menjerit kesakitan.
“Auh! Bener-bener sapi!”
“Apaan? Dasar kupu-kupu!”
“Bagus dong malah!” Cakka menjulurkan lidahnya.
“Bagus
sih luarnya! Dalemnya? Parah! Idup juga semenit doang!” Dan ditengah
pertandingan adu mulut antara Cakka dan Agni. datanglah seseorang
memakai pakaian seperti polisi, atau itu memang polisi?
“Mampus!
Woy, polisi woy! Kabur sendiri-sendiri!” aba-aba Cakka. Ia segera
menaiki mobilnya dan melaju pergi. Agni pun berlari lagi, sayang sekali,
dialah yang masih dikejar polisi itu.
“Astajim! Tu polisi ngapain masih ngejar aku?” Sesekali Agni melihat kebelakang. Dilihatnya polisi kurus mengejarnya.
“Hei! Jangan lari!” teriak polisi itu. Agni menelan ludah dan mempercepat larinya lagi.
***
“Agni
ini dimana sih?” gerutu sesosok perempuan memakai dress putih indah.
Dia sahabat Agni, Gabriel Pangemanan atau Keke. ia melihat ke luar
rumahnya, dan ia berhasil melihat Agni berlari dengan rambut yang sudah
acakadul, tali sepatu yang sudah lepas semua, dan jepit rambut yang
nyaris jatuh.
“AGNI!” seru Keke. Agni berlari ke depan rumah Keke. berhenti tepat didepan Keke, dengan mengatur napasnya yang tak beraturan.
“Kamu
ngapain, Ag? Lari-lari?” tanya Keke. Agni menoleh kebelakang. Kini
polisi itu tak lagi mengejarnya. Lalu pandangannya kembali pada
sahabatnya.
“Suer!
Terkewer-kewer! Capek! Ayo cepet masuk! Ceritanya nanti aja! Acaranya
udah dimulai?” Agni mendorong Keke masuk ke rumah Keke yang sedang
mengadakan pesta ulang tahun Keke.
“Udahlah! Daritadi malah! Eh, tapi… rambutmu? Sepatumu? Tasmu itu? Kacau, Ag mukamu!” ujar Keke. Agni meraba rambutnya sendiri.
“Oh tidak! Ini garagara si Cakar ayam sialan!” geramnya menggebu-gebu.
“Apa? Cakar ayam?”
“Nanti aja tanyanya! Ayo ke kamarmu dulu! Aku malu kalau kayak gini!” Keke mengangguk
Beberapa
menit kemudian, Agni dan Keke keluar dari kamar Keke. Agni menceritakan
semua yang terjadi saat ia berlari menuju rumah Keke. penjelasan yang
sangat rinci, hingga dialog pertengkarannya dengan Cakka pun ia
ceritakan.
“..
Habis itu aku dikejar polisi deh! Alah, awas aja kalau ketemu dia
lagi!” kata Agni mengepalkan tangannya. Keke menggelengkan kepala
melihat tingkah sahabatnya itu.
“Tadi
siapa namanya? Cakka? Kayanya aku pernah denger deh, Ag.. Tapi, diamana
ya?” tanya Keke mengingat-ingat. Agni mengerutkan alisnya.
“Kok bisa pernah denger? Jangan-jangan kamu gebetannya lagi, Ke! Hahaha!” canda Agni. Keke memukul lengan Agni pelan.
“Enggak
mungkin kali, Ag! Kali aja malahan kamu jodohnya! Hahaha!” balas Keke
juga bercanda. Agni menatap Keke sangar, Keke sudah ketakutan bukan main
melihat wajah sahabatnya yang sesungguhnya sangat manis itu.
“Haha..
Kamu bilang apa tadi, Ke?” tanya Agni dengan nada suara licik ala
kartun anime di televisi. Keke menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Eng..gak..
Hehehe, piss lope en gaol, Ag,” jawab Keke memamerkan dua jarinya yang
membentuk huruf ‘V’. wajah Agni kembali menjadi Agni yang manis, ia
tersenyum dan tertawa pada Keke.
“Hahahaha!
Ayo ah! Aku mau ambil makan! Lapeer..” ajak Agni. Keke menghela napas
lega. Untung dirinya tak jadi udang goreng yang siap disantap Agni.
***
Agni
duduk di tengah ramainya orang yang datang. Seketika, pandangannya
tertuju pada seseorang berjalan sambil menjabat tangan pada
teman-temannya dan tertawa bersama. Agni menyipitkan matanya, untuk
memperjelas penglihatannya. Sepertinya dia pernah melihat sosok wajah
itu.
“Itu…”
“AGNI!” teriak Keke mengagetkan Agni dari belakang. Agni mengelus dadanya karena terkejut.
“Apaan
sih, Ke? Mau aku mati cuma gara-gara jantung di kagetin sama sahabatnya
sendiri?” tanya Agni menakut-nakuti. Keke menggeleng,
“Enggak
penting itu, Ag! Yang penting, aku sekarang tau siapa itu Cakar cakaran
ayam itu lho!” seru Keke dengan senyuman mengembang. Agni menaikkan
satu alisnya.
“Siapa dia? Pengamen jalanan yang diangkat jadi penyanyi gitu? Sinetron amat idupnya!” ceplos Agni sebelum Keke memberitahunya.
“Bukan! Bukan! Dia bukan pengamen, Ag! Dia itu vokalis plus guitarist Hero band!”
“Hero Band? Kok aku enggak pernah tau? Band kampungan tuh,”
“Itu
tu terkenal banget tau, Ag! Mana Cakka itu paling diidolain
cewek-cewek! Aaaaaa! Ganteng deh!” jelas Keke menggebu-gebu. Agni
menggeleng-gelengkan kepala, ternyata sahabatnya sendiri, nge-fans berat
sama Cakka yang bisa disebut teman adu mulut Agni.
“Oh
yaya? Iyaa.. Ganteng banget, Ke! Terlalu ganteng.. sampe-sampe aku mau
muntah liatnya!” balas Agni dengan nada hampir mirip saat Keke
menjelaskan tadi. Keke memandang Agni aneh, ekspresinya itu membuat ia
terlihat seperti orang o’on atau lola. “Woy! Rupamu, Ke! Kaya orang
o’on! Wahahaha!”
“Ih!
Asem! Muka manis, cantik jelita kaya gini dibilang o’on!” keluh Keke
dengan wajah ditekuk kusut. Agni mencubit pipi chubby Keke karena gemas.
“Aih, lucunya adikku!”
“Adik?
Huwek, aku ogah punya kakak kejem kaya kamu, Ag!” Agni tertawa lepas.
Di tengah canda dan tawa dua sahabat yang sama cantiknya itu, Cakka
memperhatikan Agni. dan sesekali mengarahkan kameranya pada gadis manis
itu, dan seketika senyum menghiasi wajahnya.
***
Agni
berjalan celingak-celinguk mencari tempat dimana minuman segar
berderetan terpajang. Saat ia menemukan tempat tersebut. Sesosok
laki-laki menabraknya.
“Astagfirullah!”
kaget Agni. laki-laki itu otomatis menoleh melihat wajah Agni. Agni
juga melihat wajah laki-laki yang menabraknya itu. Mulutnya terbuka
lebar mengundang nyamuk-nyamuk yang lewat. Ingin ia berteriak keras,
namun lehernya serasa tercekik.
“Cakka!
Ayo, udah mau tampil kita!” teriak salah satu teman Cakka yang membawa
stik drum. Cakka membalas panggilan dari temannya itu. Lalu mengalihkan
pandangan pada Agni.
“Maaf
ya.. Nih, minumku buat kamu aja.. sorry, kalo enggak minuman yang kamu
suka.. Soalnya ini minuman kesukaanku,” ujar Cakka menyerahkan segelas
jus Apel pada Agni. Agni masih bengong seribu lagu seperti yang
dikatakan Cakka sebelumnya. Hingga Cakka pergi dan menghilang dari
pandangannya.
‘Kok mendadak dia jadi… coolkas? Aaaaaaaaa! Omaigat!’ batin Agni meleleh. Lalu ia meminum jus yang Cakka berikan tadi.
“Loh? Dia suka jus apel? Kok bisa sama kaya aku ya?”
***
Ramainya
panggung di rumah Keke, membuat Agni penasaran apa sebenarnya yang
terjadi disana? Dengan segera, ia berlari kecil menuju panggung itu.
Berdesak-desakkan dengan orang-orang yang berteriak histeris, dan
berhasil!
“Cakkaaaa? Ya ampuuun!” teriak beberapa orang yang mungkin sebagian besar perempuan. Agni mendengar teriakkan itu dengan jelas.
‘Cakka?’
“Sore
semuanya!” sapa Cakka diatas panggung, dengan gitar yang menggantung di
lehernya. Semua kembali berteriak histeris membuat Agni yang berada
tepat di depan panggung menutup telinga dengan kedua tangannya. “Nyanyi
sama-sama yuk!” ajak Cakka pada para HeroBanDeliciuos, nama fans Hero
Band. “Jangan kau lepas ya! satu dua tiga yo!”
Cakka
dengan cepat beralih ke gitarnya. Jari-jarinya dengan lincah memainkan
gitar itu. Terdengar sangat indah dan asyik. Agni pun menjadi semakin
kagum dengan Cakka.
‘Sumpah!
Dia beda banget waktu ketemu aku pertama kali tadi!’ batin Agni
terkagum-kagum melihat Cakka dan personil lainnya, Ray, Obiet, Irsyad,
dan Gabriel.
“Ku
takkan pernah tertawa, ku takkan pernah bahagia, ku takkan pernah
merasakannya…” secara tiba-tiba, Cakka menarik tangan Agni untuk naik
keatas panggung. Agni jelas terkejut, wajahnya memerah, jantungnya
berdetak kencang, hatinya berbunga-bunga. “bila kau tak disini,” lanjut
Cakka dengan menggenggam tangan Agni dan mengarahkan tangan Agni ke
dadanya.
‘Oh, tidak..’ batin Agni tak bisa mengalihkan pandangannya dari tatapan mata Cakka. ‘Aku bakal susah tidur nanti,’
“Izinkan
aku, berlutut menghadap kau tuk kembali..” Cakka berlutut didepan Agni,
mata Agni membelalak tak percaya dengan hal ini. Seluruh penggemar
Cakka berteriak histeris, ada juga yang menyoraki Cakka dan Agni. Ray,
pemain drum di Hero Band. Tersenyum melihat kelakuan Cakka. Ray adalah
adik Cakka.
‘Tuh
kan, apa kataku.. Pasti kakak tu kesengsem sama Agni,’ batin Ray. Ray
memang satu angkatan dengan Agni, dan Cakka juga tentunya. Tapi tahun
Cakka lebih tua satu tahun darinya, tetapi tetap sama tingkat kelasnya.
Rumit ya?
“Cakka! Apa-apaan sih? gila!” ujar Agni sedikit berteriak karena suasana disana ramai sekali.
“Akting, Ag.. Akting!” balas Cakka melototin Agni. Agni memanyunkan bibirnya dengan tanda tanya besar didalam otaknya.
***
“Cieh, siapa tuh tadi, Cak?” goda Irsyad menyundul lengan Cakka. Wajah Cakka bersemu merah.
“Pacarnya
kakak tuh!” sorak Ray. Ray sangat senang jika Cakka dengan Agni, karena
Agni orangnya memang asyik dan friendly. Agni pun lumayan dekat dengan
Ray.
“Uhuy.. Cieh.. Prikitiew!” sorak Obiet dan Irsyad. Cakka menundukkan kepalanya, malu bukan main dia.
“Malu-malu singa nih, Cakkanya! Hahaha.. Udahlah jujur aja sama kita-kita, Cak!” goda Gabriel. Cakka mendongakkan kepalanya.
“Agni
itu.. orang yang spesial,” ujar Cakka lalu berjalan pergi. Obiet,
Irsyad, dan Gabriel heran dengan tingkah Cakka yang tumben-tumbennya
tidak membalas ledekan mereka. Ray bersedekap dengan senyum kerennya.
“Good job, kak..”
***
Hari
demi hari, Cakka dan Agni semakin akrab. Tetapi mereka tetap sering adu
mulut tanpa henti. Orang-orang yang biasa menghentikan adu mulut mereka
adalah adik Cakka sendiri, Ray. Walaupun sering bertengkar dan adu
mulut, tapi Cakka dan Agni adalah sahabat. Sahabat sejati.
“Kak,” Ray mendekat ke Cakka, kakaknya yang sedang duduk santai di sofa.
“Hmm?”
“Kapan kak?” tanya Ray tiba-tiba. Firasat Cakka tidak enak, ia langsung bangkit dari santai-santainya. Dan memandang Ray serius.
“Kapan
apanya?” tanya Cakka balik. Ray bergerak akan membisiki sesuatu tepat
di telinga Cakka. Cakka terkejut mendengar ucapan sang adik.
“Apa-apaan deh, Ray? Jangan ngaco!” Ray memanyunkan bibirnya.
“Aku
enggak ngaco ah kak! Habis, Ray bosen liat kakak cuma ngarep-ngarep
enggak jelas!” balas Ray. Cakka mengacak-acak rambut Ray yang lucu itu.
“Besok deh ya! gojek!” ujar Cakka. Ray makin memanyunkan bibirnya.
“Gocap kak! Bukan gojek! Gojek mah Gondrong jelek kan? Kejeem!” protes Ray tak terima nama julukannya diubah-ubah oleh kakaknya.
“Yee.. Ngerasa.. Kamu yang bilang ya! bukan aku! Aku cuma bilang gojek! Hahaha!” canda Cakka seraya masuk ke kamarnya.
Di
kamar Cakka, ia masih berpikir tentang ucapan Ray tadi. Hatinya belum
siap untuk berkata jujur. Bibirnya susah untuk digerakkan sesuai apa
yang ia akan ucapkan. Jantungnya juga pasti akan berdetak kencang saat
itu.
‘Tapi aku udah bilang sama Ray kalau besok,’ batin Cakka berpikir. ‘Yaudah lah! Besok! Aku harus bisa!’
***
Cakka
berjalan, dengan membawa setangkai mawar putih. Otaknya berputar, terus
mengulang apa yang akan ia ucapkan nanti. Napasnya susah diatur,
seperti ia sudah mengelilingi lapangan 10 kali.
Sesampainya
di taman, Cakka dapat melihat dari jauh. Sesosok gadis manis duduk
dengan rambut sebahu yang tergerai indah. Gadis itu tahu keberadaan
Cakka. Memasang senyum dan memanggil nama Cakka, itu yang ia lakukan.
“Cakka!” serunya melambaikan tangan. Cakka mengangguk dan berlari ke tempat Agni berdiri.
“Maaf, kamu udah lama nunggu?” tanya Cakka. Agni menggeleng pelan.
“Enggak
kok, Cak! Hehehe..” jawab Agni nyengir kuda. “Ngomong-ngomong, kita
kesini mau ngapain? Main basket? Sepak bola? Bulu tangkis? Apa balap
lari?” tanya Agni ganti dengan antusias. Cakka tertawa mendengar
pertanyaan Agni yang menggebu-gebu.
“Bukan semuanya!”
Agni
memanyunkan bibirnya, “Jangan bilang kita cuma mau liat-liat
pemandangan disini.. Bosen tau! Aku udah rela-relain lari-lari kesini!”
“Siapa suruh lari? Lagian, siapa juga yang mau ngajak liat-liat pemandangan? Yee, sok tau!” kata Cakka.
“Terus?”
Cakka tiba-tiba saja berlutut di depan Agni. sama seperti saat acara
ulang tahun Keke. “Eh? Kamu mau ngapain? Berdiri!” tegas Agni. Cakka
menyerahkan bunga itu pada Agni.
“I love you,”
“APA?! Jangan bercanda deh, Cak! Ini belum April Mop! Enggak lucu tau!” keluh Agni tak percaya.
“Yee.. Ngeyel! Serius dulu ngapa?” protes Cakka. Agni menerima bunga mawar putih itu.
“Tapi? Beneran ini, Cak?” tanya Agni masih tak yakin. Cakka menepuk jidatnya.
“Iya,
Agni sayangku manisku cintaku.. Ini serius menyerius!” jawab Cakka
gemas dengan Agni hingga kalimat yang ia ucapkan menjadi tak beraturan
dengan tata bahasa.
“Hmm.. Terus?” Agni masih bingung ia harus berekspresi bagaimana, membalas ucapan Cakka dengan apa. Dia bingung.
“Kamu mau jadi pacarku?” Hati Agni seakan tertusuk. Bukan karena patah hati, tapi saking terkejutnya dia dengan ucapan Cakka.
“Kamu serius, Cak sama ucapanmu? Enggak bercanda kan?” tanya Agni lagi-lagi tak percaya dan mengguncang-guncang tubuh Cakka.
“Dibilangin juga apa.. Iya, Agniku yang manis!”
Agni
langsung memeluk erat tubuh Cakka. Ia menempatkan bibirnya tepat di
telinga Cakka, “I love you too,” kini ganti Cakka yang girang bukan
main. Hatinya melompat girang. Jantungnya tetap berdetak kencang.
“Kamu nerima aku, Ag? Beneran, Ag? Makasih!”
Mungkin
bisa saja aku menulis kata ‘The End’ tapi tidak. Aku tidak mau
mengakhiri cerita pendek ini begitu saja. Di saat dua manusia itu
bersenang-senang. Mungkin akan datang musibah, tetapi bukan hujan deras
yang datang tanpa undangan.
“CAKKA!”
teriak seseorang yang langsung memeluk lengan Cakka. Cakka terkejut,
melihat orang yang tiba-tiba saja muncul. Agni pun tak kalah kagetnya
dengan Cakka. Siapa dia? Tiba-tiba datang ditengah kebahagiaan orang
saja.
“Cak, dia siapa, Cak?” tanya Agni. orang itu mendengar pertanyaan Cakka. Ia tersenyum.
“Aku
pacarnya, Cakka!” jawabnya dengan santai. Cakka semakin terkejut. Ia
ingin melempar orang itu ke laut jawa. Agni memandang Cakka untuk
kepastian.
“Bukan, Ag! Dia bukan siapa-siapa! Aku aja enggak kenal sama dia!” cegah Cakka. Agni menjadi bingung. Yang mana yang benar?
“Jangan
bohong, Cak! Percuma kamu bohong! Aku bener-bener udah salah nerima
kamu! Dasar playboy!” teriak Agni melepas amarah dan segera pergi
meninggalkan Cakka dan orang yang tak dikenalnya itu.
“Agni!
tunggu, Ag!” teriak Cakka ingin berlari. Namun, orang itu tetap menarik
tangannya kuat. Pandangan Cakka beralih ketika punggung Agni
menghilang. Pandangannya kini tertuju pada orang disampingnya itu.
“KAMU ITU SIAPA?! Aku enggak kenal kamu! Seenaknya aja ngaku-ngaku!” bentak Cakka melepas genggaman tangan orang itu.
“Aku pacarmu, Cak! Aku Acha! Aku Acha, Cak!” jawab gadis bernama Acha itu.
“Aku
enggak kenal kamu! Aku enggak tau Acha itu siapa! Gara-gara kamu,
cewekku, jadi marah sama aku! SEMUANYA GARA-GARA KAMU! PERGI!” bentak
Cakka sejadi-jadinya. Ia mendorong Acha pelan, namun itu berhasil
membuat Acha terjatuh. Cakka memang seseorang penyayang perempuan.
Tetapi, jika orang itu membuatnya marah. Tidak segan-segan ia akan
membentaknya.
Cakka
berlari pergi, namun tak bisa. Acha masih menahan kakinya. “Cakka! Aku
Raissa Arif! Aku Acha, Cak! Kamu harus inget aku! Kamu harus inget aku,
Cakkaaaaa!” teriaknya ketika Cakka berhasil berlari pergi darinya.
***
Agni
berlari kencang, sesekali ia menyeka air matanya yang mengalir deras.
Masih terbayang wajah Cakka dan gadis itu tadi. Ramainya jalan raya,
Agni tetap berlari. Hingga sebuah bus besar yang tak mau mengalah
melaju.
TIIN!
Bunyi bel bus kota yang sangat keras. Agni mendengar. Tetapi, ia tak
sadar bahwa bel itu tertuju untuknya. Bel itu masih terus berbunyi,
hingga seseorang memeluk Agni dari belakang dan mendorong Agni menuju
tepi jalan. Ia membalik tubuhnya, jadi dia yang terkena benturan dahsyat
dari jalan keras tak bersahabat.
“Auh!” jerit orang itu kesakitan. Agni terkejut saat melihat orang yang menyelamatkannya.
“Cakka? Astagfirullah.. Tol…”
“Stt.. diem! Dasar cewek cerewet!” potong Cakka dengan suara yang lirih.
“Tapi, Cak.. Kamu harus cepet-cepet dibawa di rumah sakit.. aku bener-bener…”
“Khawatir?” tebak Cakka.
“Ya,”
“Kalau
kamu sayang sama aku, Aku mau kamu nyanyiin lagu kesukaanmu yang biasa
kamu nyanyiin di kamar,” ujar Cakka. Agni menelan ludah, bukan karena
gugup. Tapi karena takut. Takut jika ia selesai menyanyikan lagu
kesukaannya yang berjudul ‘Kutetap Menanti’ itu, Cakka akan pergi.
“Tapi, habis itu, aku langsung panggil orang-orang buat bawa kamu ke rumah sakit. oke?” Cakka mengangguk dan tersenyum.
“Ku akan menanti meski harus penantian panjang
Ku akan tetap setia menunggumu
Ku tahu kau hanya untukku
Biarlah waktuku habis oleh penantian ini
Hingga kau percaya betapa besar
Cintaku padamu, kutetap menanti,”
“Janji kamu bakal setia sama aku, Ag?” tanya Cakka.
“Ya, aku janji, Cak.. Aku janji!” jawab Agni dengan cemas.
“Ma-makasih, Ag-ni” perlahan mata Cakka tertutup, tangannya semakin dingin. Agni mulai berteriak karena ketakutan.
“Tolong!
Tolong!” teriaknya. Lalu ia memandang Cakka, wajah putih itu pucat
pasi. Tergores luka dihati Agni, setelah tahu bahwa Cakka tak lagi
bernapas.
“Cakka!
Bangun, Cak! Kamu harus bangun! Kita main gitar sama-sama lagi! Cakka
banguuun!” teriak Agni mengguncang tubuh Cakka. Percuma. Karena, mata
itu, takkan lagi terbuka.
***
Di
hutan sepi dan hanya terdengar suara gemericik air mengalir. Agni duduk
di tanah yang dihiasi warna hijau dari rumput-rumput segar. Agni
bangkit dari duduknya, dan berjalan menuju salah satu pohon dari ribuan
pohon di hutan itu. Ada lubang di tengahnya, ia mengambil beberapa
barang dari dalam sana.
‘Dear Agni,
I love you forever’
Meski
tulisan dalam kertas itu pendek, melebihi pendeknya pantun, tulisan itu
berhasil membuat air mata Agni keluar dan mengalir jatuh ke tanah.
Setelah itu, ia melihat sebuah boneka beruang kecil berwarna coklat. Itu
benda yang sangat ia kenal, itu adalah hadiahnya untuk Cakka saat ulang
tahun Cakka ke 17 tahun.
Agni
mengukir namanya dan Cakka di pohon tersebut. Walau perihnya jari Agni
saat pisau yang ia gunakan untuk mengukir itu mengenai jarinya. Lalu,
Agni memasang foto Cakka di pohon itu. Ia tersenyum.
“Kita main gitar sama-sama lagi yuk, Cak!” ajaknya berbicara pada foto yang menempel di pohon itu.
“Meski dirimu bukan milikku, namun hatiku tetap untukmu
Berjuta pilihan disisiku, takkan bisa menggantikanmu
Walau badai menerpa cintaku takkan kulepas
Berikan kesempatan, untuk membuktikan ku mampu jadi yang terbaik
Dan masih jadi yang terbaik
Ku akan menanti meski harus penantian panjang
Ku akan tetap setia menunggumu
Ku tahu kau hanya untukku
Biarlah waktuku habis oleh penantian ini
Hingga kau percaya betapa besar
Cintaku padamu, ku tetap…” Agni menghela napas panjang dengan air mata yang telah mengalir, “menanti,”
THE END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar