Sesampainya
di depan rumah Cakka, gadis itu mengetuk pintu dengan napas
tersengah-sengah. Dan laki-laki berkulit putih tak lain Cakka membuka
pintu rumahnya. Didapatinya sahabatnya dengan wajah pucat.
“Agni!”
Cakka terkejut melihat sahabatnya yang sepertinya kurang sehat itu.
Gadis yang ternyata Agni itu memandang Cakka lalu tersenyum, meski
bibirnya pucat, namun senyuman itu sangat manis.
“Ya
ampun, Agni! Harusnya kalau kamu sakit enggak usah maksain dateng!”
marah Cakka pada sahabatnya itu. Saat Cakka menggandeng Agni untuk masuk
ke rumahnya, Agni terjatuh dan tergeletak pingsan.
“Astagfirullah!
Agni!!” teriak Cakka membuat seluruh teman-temannya yang sudah datang
mengerubungi dan melihat apa yang terjadi. Cakka tak menghiraukan
teman-teman yang mengerubunginya, ia langsung menggendong Agni dan
membawa Agni ke kamarnya.
***
Perlahan
mata Agni terbuka, yang pertama kali dilihatnya adalah Cakka, Keke, dan
Rio. Lalu ia melihat sekeliling ruangan itu. Asing dimatanya.
“Aku dimana?” tanyanya. Cakka memegang dahinya.
“Dia demam,” kata Cakka. Keke yang dari mimik wajahnya terlihat khawatir langsung mendekat ke Agni.
“Agni..
Kamu enggak pa-pa kan? Tadi waktu kamu dateng tiba-tiba kamu pingsan..
Agni, harusnya kamu jangan maksain diri buat dateng!” cerocos Keke.
“Iya, Ag.. Kalau sakit mending tadi telepon kita biar kita jenguk kamu!” lanjut Rio. Agni tersenyum kecil.
“Aku enggak pa-pa kok, Cak, Ke, Yo.. Aku sehat kok,” ujar Agni.
“Kamu
tu sakit demam!! Panasmu tinggi!! Gimana enggak khawatir coba?” bentak
Cakka. Agni terkejut, begitu juga Keke dan Rio. Agni memandang Cakka.
“Maaf,” ujarnya singkat. Lalu Agni membuka tas ranselnya dan menganmbil sebuah kotak yang terikat dengan pita ungu.
“Happy
Birthday Cakka,” ujar Agni tersenyum manis. Wajah Cakka memerah, tapi
sedikit berkaca-kaca. Ia terharu akan sahabatnya itu. Rela datang ke
ultahnya walau sedang sakit.
“Terima kasih, Agni,”
***
Esok harinya, di sekolah. Agni absen tidak masuk sekolah. Cakka, Keke, Rio, Oik berniat untuk menjenguk Agni.
“Nanti sepulang sekolah! Jangan sampe lupa!” peringat Cakka. Semua mengangguk.
“Cakka kayaknya khawatir banget sama Agni,” bisik Keke pada Rio. Rio mengangguk kecil.
“Iya, patut dicurigai nih,” balas Rio juga berbisik.
***
“Agni! Agni! Agni!” teriak mereka. Saat melihat orang yang membukakan pintu, ternyata Agni sendiri.
“Loh? Agni? Kok rumah sepi? Mamamu kemana?” tanya Oik bertubi-tubi.
“Mama pergi ke Singapore, ada pekerjaan disana,” jawab Agni. Wajahnya semakin pucat dari hari kemarin.
“Kamu udah periksa ke dokter, Ag?” tanya Cakka. Agni menggeleng.
“Jadi dirumah kamu sendirian, Ag?” tanya Keke. Agni mengangguk.
“Tapi, kamu enggak pa-pa kan, Ag?” tanya Rio.
“Aku
enggak pa-pa kok.. Masuk dulu yuk,” ajak Agni. Semua masuk, rumah Agni
terlihat berantakan. Gelas, piring, mangkuk menumpuk belum di cuci.
“Maaf ya, kemarin aku bener-bener enggak bisa jalan jadi belum sempet beresin rumah,” ujar Agni.
“Enggak pa-pa kok, Ag..”
‘Agni,
kasihan banget.. dia sendiri di rumah, dalam keadaan sakit?’ batin
Cakka. Lalu ia mengeluarkan hand phone nya dan mengetik sms untuk
Mamanya.
To : Mama
Ma, nanti aku nginep di rumah Agni ya, Ma.. Plis.. Kan besok libur..
Send? Yes
Beberapa menit kemudian, hand phone Cakka berbunyi. Tanda sms masuk.
From : Mama
Ya, jagain Agni ya.. Hehehe
‘YES!’ batin Cakka girang. Rio melihat tingkah Cakka langsung bertanya,
“Kamu kenapa, Cak? Kok girang banget?” tanya Rio. Cakka menggeleng sambil terus tersenyum.
“Agni,
nanti aku nginep disini ya, Ag.. cuma sabtu sama minggu.. seninnya aku
pulang, Yayaya?” bisik Cakka pada Agni. Awalnya Agni terkejut, tapi
akhirnya ia setuju. Cakka makin girang bukan main.
Jam menunjukkan pukul 4, Rio, Keke, dan Oik pamit pulang. Cakka tetap di rumah Agni, karena ia menginap.
“Ceileh.. Jagain Agni mulu nih! Suit! Suit!” goda Rio. Wajah Cakka memerah, semerah strawberry.
“Ah udahlah! Kalian pulang sana!” usir Cakka. Rio masih terus tertawa, begitu juga Keke dan Oik.
BLAM! Pintu tertutup.
“Agni, kamu istirahat dulu aja ya.. Biar aku beresin rumahmu,” kata Cakka.
“Enggak
usah, Cak! Enggak usah repot-repot..” balas Agni. Cakka menggeleng dan
tetap menyuruh Agni tidur, ia menyelimuti Agni dan keluar untuk
membereskan rumah Agni. Agni membalik posisi tidurnya, ia kini
menitikkan air mata.
‘Cakka, sebenernya aku udah periksa ke dokter.. umurku tak panjang, Cak..’ batin Agni terus menangis.
Sorenya,
Agni bangun. Ia keluar kamar. Terdapat Cakka tertidur di sofa. Kini
rumah Agni bersih kembali. Agni memandang wajah Cakka yang kelelahan,
Agni menyelimuti tubuh Cakka, dan Agni berjalan menuju dapur untuk
memasak makan malam.
***
“Loh?
Ini Agni yang masak? Ya ampun, Ag.. harusnya kamu bilang ke aku, biar
aku yang masak,” ujar Cakka. Agni tak menghiraukannya.
“Enggak pa-pa kali, Cak.. Entar aku malah ngerepotin kamu terus!” sambung Agni.
“Tapi kan…”
“Sttt… kalau makan enggak boleh ngomong! Hahahaha,” tawa Agni. Cakka tersenyum melihat tawa Agni itu.
“Cakka,” panggil Agni. Cakka yang sedang membaca majalah menoleh ke Agni, seakan bertanya ‘apa?’
“Besok mau enggak temenin aku ke taman pelangi?” tanya Agni. Cakka mengangguk semangat.
“Mau dong! Besok, pagi apa siang?” tanya Cakka.
“Aku nurut kamu aja deh!” jawab Agni.
“Ah! Aku juga nurut sama putriku yang cantik ini aja deh!” balas Cakka jail. Agni tersenyum heran.
“Ya udah deh! Pagi ajaa ya!”
***
“Agni! Udah siap belum?” tanya Cakka setengah berteriak.
“Bentar Cak!” lalu Agni menuruni tangga. Cakka bengong melihat Agni.
‘Sungguh
cantik,’ batin Cakka melihat Agni mengenakan baju putih dengan rok
panjang yang berwarna ungu muda, dengan jepit kupu-kupu menghiasi rambut
Agni (rambut Agni yang dulu)
“Ayo!” ajak Agni. Cakka segera menggandeng Agni, dan menggoncengkan Agni dengan sepeda.
***
“Wow! Cak! Lihat! Pelangiii,” ujar Agni sambil menunjuk langit.
“Bagus
ya! rasanya jadi pingin jalan diatasnya!” balas Cakka. Agni mengangguk.
Lalu dia tiba-tiba menyentuh tangan Cakka, dan berlari.
“Cakka jadiiii!!” teriak Agni masih terus berlari.
“Wah curang! Main enggak bilang-bilang!” kata Cakka lalu berlari mengejar Agni.
Cahaya
matahari bersinar, angin bertiup sepoi-sepoi, daun-daun berguguran,
pelangi terus menampakan diri menemani Cakka dan Agni yang tengah
bermain di taman pelangi itu.
“Dapeeet!” seru Cakka memeluk Agni dari belakang. Agni tertawa lepas.
“Cakka,”
“Apa?”
“Makasih ya, selama ini kamu udah banyak bantu aku, kamu udah nemenin aku, aku sayang kamu, Cak..” ujar Agni. Cakka tersenyum.
“Aku juga sayang kamu, Agni..” Agni tak menjawab.
“Agni?” lalu Cakka melepas pelukannya.
“Agni! Bangun, Ag! Agni!” teriak Cakka mengguncang tubuh Agni.
***
Sedih
rasanya, bila orang yang kita sayangi pergi begitu saja. Dan hal itu
dialami oleh Cakka. Ternyata, Agni sakit Demam Berdarah. Tapi Agni tak
mengatakan hal itu padanya.
“Cak, ada surat dari Agni buat kamu kata Dokter,” ujar Rio. Cakka menerima surat itu dan membacanya.
‘Cakka, maaf ya aku enggak bilang ke kamu soal Demam Berdarah, soalnya aku enggak mau kamu sedih..
Cakka,
aku sayaaaaang bangeeet sama kamu.. Dan kalau aku pergi, aku harap kamu
tetap tersenyum.. Aku pingin banget lihat senyummu..
Cakka, bersamamu adalah hal yang sangat berharga, aku takkan melupakan semua itu, ngomong apa lagi ya? Hehe.. Udah ya,
Jangan sedih ya, Cak.. Senyum dong! J
Agni’
_The End_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar