Selasa, 21 Agustus 2012

Kingdom Of Dream_Part 4: Legenda Ice Dalia


Matahari masih bersinar cerah. Agni, Cakka dan Oik berjalan di sebuah jalan setapak kecil di
hutan. Udara di sekitar mereka sangat sejuk. Tentu saja! Di kanan kiri mereka
ada deretan pohon yang rindang. Ranting-ranting pohon itu tumbuh panjang ke
samping, sampai-sampai ranting-ranting pohon di kanan menyatu dengan
ranting-ranting pohon di kiri. Jadi seperti berjalan di terowongan. Cakka
sangat menikmati saat-saat ia berada di Kingdom Animalia ini. Negara ini penuh
dengan keajaiban, dan keajaiban itu termasuk keajaiban yang menyenangkan.
“Cakka!” Oik memanggil Cakka dari kejauhan. “Cepetan kesini!… jangan lelet-lelet…”
He he… Cakka memang sudah tertinggal jauh. Mungkin karena terlalu menikmati pemandangan di
jalan setapak hutan.
“Iya iya… maaf…” Cakka langsung berlari mengejar ketertinggalannya. Lalu setelah ia
berada di tengah kedua manusia kelinci itu, ia bertanya.
“Kapan kita akan sampai di kota?”
Agni pun menjawab. “Tidak akan lama kok… Sebentar lagi kita akan melewati jembatan
besar, lalu kita akan memasuki gerbang besar dengan tinggi yang sama dengan
pohon-pohon pinus di hutan… Dan dibalik gerbang itu, kita akan memasuki
sebuah kota dengan bangunan-bangunan sederhana yang terbuat dari batu bata
merah dan kayu oldwork kerajaan animalia. Pokoknya Cakka dijamin akan puas!”
jelas Agni panjang lebar.
~~
Setelah 5 menit berjalan, mereka sudah semakin dekat dengan pintu gerbang kota Animalia.
“Ah! Suara air sungainya makin jelas!” seru Oik.
“Iya!” Agni menyetujuinya. Telinga mereka berdua langsung tegak dan saraf pendengarannya
menajam. Sementara Cakka, ia hanya bisa manggut-manggut. Telingannya memang tak
sepeka Agni dan Oik.
“Ayo! Sepertinya aku juga mendengar suara terompet-terompet pawai…” kata Agni agak khawatir.
“Bisa-bisa kita dihukum lagi…”
Oik langsung menarik tangan Cakka agar berlari dengan cepat. Agni sudah memimpin di depan.
“Oik, kalau tidak salah, di belokan ketiga kita akan sampai di sungai ‘Ice Dalia’ kan?” seru
Agni.
“Iyah!… sebentar lagi” balas Oik.
Sungai ‘Ice Dalia’, sungai itu adalah sebuah sungai besar yang mengitari kerajaan animalia.
Sungai itu sangat indah, alirannya tidak terlalu kencang. Warnanya cerah dan
bening jika disinari cahaya matahari. Dasar sungai, tumbuhan air beserta
ikan-ikan kecil akan terlihat jika sungai itu terkena cahaya matahari. Sungguh
indah… Namun, jikala malam datang, sungai itu akan berwarna sangat kelam,
sangat gelap dan dingin. Ada satu legenda yang sudah diceritakan sejak dulu di
kerajaan Animalia. Dan tentu saja cerita itu juga disampaikan kepada Oik dan
Agni oleh ibu mereka dulu.
“Agni, Oik… kita jalan aja deh… aku udah capek” kata Cakka dengan tampang loyo sekali.
“Hfft… Oke… kita juga udah capek nih… tidak seperti yang disangka-sangka, makin siang kok
makin panas… biasanya nggak sepanas ini” kata Agni sambil menyeka
keringatnya.
“Agni, Oik…”Cakka memanggil Agni dan Oik.
“Ya?” kata mereka berdua.
“Sungai ‘Ice Dalia’ itu apa?” tanya Cakka.
“Hm… gimana kalo kita certain legenda sungai ‘Ice Dalia’ sambil jalan ke gerbang?” kata Oik
member usul.
“Oh! Boleh tuh! Boleh! Ayo kita ceritain, kak” balas Agni dengan antusias.
Cakka sudah pasti tertarik dengan legenda-legenda kerajaan animalia. Negara ini sangat ceria,
namun kadang bisa misterius.
Dan mereka pun melanjutkan perjalanannya sambil bercerita.
Dahulu kala di kerajaan Animalia, saat malam bulan purnama, ada seorang putri yang kabur dari istana. Putri itu
bernama dalia. Ia sudah bosan dengan aturan-aturan yang ada di istananya. Maka
ia lari dari istana itu hingga akhirnya sampai di luar gerbang kerajaan
animalia. Saat putri itu melewati jembatan, tiba-tiba ia mendengar tangisan
seorang gadis seumurannya. Ia melihat kesekitar namun tidak ada tanda-tanda seorang
gadis, ia pun melihat ke permukaan air sungai yang ada di bawah jembatan.
Tadinya ia hanya melihat pantulan dirinya, namun tak lama setelah itu pantulan
dirinya berangsur-angsur berubah menjadi seorang gadis yang menangis. Putri
Dalia bertanya kepada gadis di permukaan air itu.
“Hai.. Mengapa kau menangis?…”
Gadis itu pun menjawab. “Aku bosan… aku kesepian disini… aku ingin
teman…”
“Aku juga sama sepertimu… aku juga bosan di istana, aku tidak bisa
bersenang-senang” kata Putri Dalia. Lalu
Putri Dalia dan gadis di pantulan danau itu sama-sama tersenyum. Putri Dalia
mulai tertarik dengan gadis di permukaan danau itu. Putri Dalia kembali
bertanya.
“Siapa namamu?”
Gadis itu menjawab. “Namaku Dalia”
“Hey, Namaku juga Dalia!” kata Putri Dalia dengan gembira. Ia semakin tertarik
dengan gadis di permukaan danau yang mempunyai nama yang sama sepertinya. “Apa
kau suka bunga dahlia?… aku selalu memetik bunga dahlia di taman kerajaan
jika aku sedang kesepian atau sedih… mungkin hatimu juga akan kembali ceria
jika aku petik-kan sebuah bunga dahlia untukmu. Kalau tidak salah, miss Norvea
pernah bilang ada deretan bunga dahlia di dekat jembatan ini… Sebentar ya,
Dahlia… aku akan mencari bunga itu”
Lalu Putri Dalia pun menyebrang ke tepi jembatan setibanya di tanah, ia
langsung menemukan satu pohon bunga dahlia yang indah sekali. Bahkan ia
menganggap bunga dahlia di tepi jembatan itu lebih indah dari pada bunga dahlia
di taman istananya. Ia segera memetik satu tangkai bunga itu dan kembali ke
tengah jembatan. Ia lihat lagi pantulan di sungai, Namun gadis yang bernama
dalia tadi tidak kelihatan lagi.
“Dalia?… Kau di mana?… Ayolah tunjukan dirimu… jangan tinggalkan aku
disini…” Kata putri Dalia memohon. Namun Dalia tak muncul juga. Putri pun
menangis tersedu, dan ia berkata.
“Aku bosan… aku kesepian disini… aku ingin teman…” Lalu putri Dalia
merenung sejenak. ‘Bukankah itu kata-kata yang diucapkan Dalia tadi..’
“Dalia… apakah kau adalah aku?” tanya Putri Dalia.
Suasana sungai tetap sunyi, tak ada jawaban.
“Dalia, ayolah… aku sudah memetik-kan satu tangkai bunga dahlia untukmu. Ayo
kita berteman… kalau perlu aku bisa mengajak putri-putri yang lain, yang
sekarang sedang berada di istana. Aku juga bisa mengajak teman-teman di kota.
Dalia…”
Putri Dalia berdiri, ia naik ke atas jembatan lalu menunduk. Tangan kirinya memegang
erat sisi jembatan sementara tangan kanannya yang memegang bunga dahlia
berusaha menyentuh permukaan sungai.
“Dalia… Ini bunga untukmu…”
Grack!
Tiba-tiba batu bata yang menahan tubuhnya retak, lalu pecah menjadi
bongkahan-bongkahan kecil yang bersinar. Beberapa dari bongkahannya jatuh ke
sungai, bongkahan-bongkahan kecil itu secara ajaib seperti berubah menjadi batu
mulia yang berkilauan memantulkan cahaya bulan purnama, seperti air mata yang
jatuh dan mengiringi Putri Dalia yang juga ikut terseret jatuh oleh pecahnya
batu itu.
Dan sejak saat itu, sungai yang membatasi kerajaan animalia dan hutannya
dinamakan dengan sungai ‘Ice Dalia’.
“Terus… putri dalia-nya tenggelam dong?” tanya Cakka kepada Agni dan Oik yang tadi
menceritakan legenda sungai ‘Ice Dalia’.
“Iya” jawab Agni singkat.
“Kenapa nama depannya Ice? Tanya Cakka lagi.
“Karena… sejak peristiwa itu terjadi, tiap malam sungai ‘Ice Dalia’ jadi selalu berkabut dan
dingin… sedingin… es” kata Oik.
“Iya” Agni menyetujui. “Apalagi di saat bulan purnama. Suhunya menjadi sangat dingin.
Makanya di setiap malam-terutama malam bulan purnama, kita dilarang keras
keluar dari rumah…” tambah Agni.
“Tepatnya setiap gadis di kota… dilarang keras keluar rumah malam-malam begitu, apa lagi
sampai keluar wilayah kota dan melewati jembatan ini…” kata Oik membenahi.
“Loh… bukannya setiap malam memang seharusnya sepeti itu?… berkabut… dingin…” tanya
Cakka.
“Memang seharusnya begitu… tapi mau bagaimana lagi… legenda itu memang sudah
bertahan kuat di kalangan masyarakat kerajaan animalia… padahal keluar malam
hari kan seru!” kata Agni yang sekalian curcol mengenai ketidaksetujuannya
terhadap legenda itu.
“Katanya yah… setiap malam bulan purnama akan terdengar tangisan seorang gadis dari sungai
ini, dan jika tangisan itu terdengar oleh para gadis di kerajaan animalia, kita
bisa terhipnotis untuk datang ke jembatan ini… lalu… yah… tenggelam di
sungai seperti putri Dalia” kata Oik lagi.
“Makanya, pasti setiap orang tua yang mempunyai anak perempuan selalu mengunci pintu jendela
maupun rumahnya rapat-rapat, agar anak perempuannya tidak akan kabur dari
rumah” kata Agni.
“Kalau kalian bagaimana?” tanya Cakka tiba-tiba.
“Maksud Cakka?” tanya Agni.
“Yah… kalian kan suka kabur-kabur gitu dari kota… iya kan? Malah… sampai melewati
jembatan sungai ‘Ice Dalia’..”
“Ya… tapi kan… kita keluarnya siang hari…” kata Oik nge-las.
“Iya! Lagi pula, nama kita kan bukan dalia. Jadi kita aman…” Lah… si Agni lebih ngaco lagi.
“Hei! Itu dia jembatannya!” seru Oik. Ia berlari ke tengah jembatan dan melambaikan tangannya
pada Cakka dan Agni yang masih berjalan santai di belakang. “Ayo, Agni!…
Cakka!…” seru Oik.
“Iya!…” Agni membalas seruan Oik dan menggandeng Cakka agar mau lari ke jembatan. Tapi
sebelum menapakan kakinya di jembatan, ia berhenti dan melihat ke samping.
“Woww… ini pasti bunga dahlianya…” kata Agni sambil jongkok di depan sebuah tanaman yang
berbunga kuning. Oik yang juga penasaran, kembali ke seberang jembatan dan
mendekati Agni beserta Cakka yang sedang jongkok berdua memperhatikan sebuah bunga
berwarna kuning.
“Woww…” Oik juga terkesima. “Bunganya bagus yah…” kata Oik.
“Iyah…” balas Agni. “Kira-kira arti bunganya apa yah?… apa persahabatan?” tanya Agni.
“Bukan…” kata Cakka dengan yakin. “Kalo kata kak Elang sih… artinya penghianatan..”
“Hohh?… penghianatan?” Agni dan Oik kaget. Tentu saja.. mereka heran, kenapa bunga yang
bagus seperti itu bermakna penghianatan.
“Hmm… berarti putri Dalia tenggelam gara-gara dirinya sendiri… dia salah kasih bunga ke
Dalia..”
Jiah… si Agni bisa aja. Makin lama makin ngaco khayalannya. Oik aja langsung memukul kepala
adiknya itu. Tapi dengan lembut… Sementara si Cakka cuma bisa ngetawain.
“Eh, jadi kita kapan nih masuk ke kotanya?” tanya Cakka.
“Oh iya!… ayo masuk!… lebih cepat lebih baik!” seru Agni dan Oik bersamaan.
Akhirnya mereka pun menyebrangi jembatan dan sampai di depan gerbang kota. Setelah mereka masuk
ke kota. Hm… ternyata kota tidak terlalu ramai. Wajar saja sih… gerbang ini
kan gerbang samping kota. Bukan yang depan. Tapi, biasanya banyak anak-anak
kecil bermain di sini.
“Mungkin karena pawai?” kata Agni.
“Yaa… bagus deh. Itu berarti pawai masih berlangsung lama di tengah kota… maka kemungkinan
tidak akan ada copcastle disini… jadi, untuk sementara, Kita… makan-makan dulu yuk!” seru Oik.
“Makan-makan?” tanya Cakka.
“Iya… perutku udah lapar lagi nih… belum puas makan di rumah Rahmi” kata Oik.
“Oh iya!… Cakka kan belum makan. Mending kita makan di kota aja” tambah Agni.
Wah, padahal Cakka baru nyadar tuh kalo dia belum makan.
“Kalau begitu, tujuan kita selanjutnya adalah café Happy Chipmunks!…” seru Oik.
“Yeay!!” Agni dan Oik tos-an dan berseru riang.
“Ayo, Cakka! Kita ke café Happy Chipmunks!” Oik dan Agni langsung menggandeng Cakka masuk ke
gang-gang kecil kota yang berliku-liku.
“Hm… Aku harap Rio masih di café… jadi café nya tidak tutup” kata Agni.
“Loh… Rio kan memang selalu ada di café. Kalau tidak salah, kemarin-kemarin Rio bilang tidak
akan ikut ke pawai. Ia harus menjaga di café” balas Oik.
“Yay!… asyik… aku mau minta dibikinin ‘sup brownball beef’ lagi ah…”
“Oh! Terus… Keke juga katanya mau tetep di café…” tambah Oik.
“Beneran?… Yeay! Agni tambah seneng…”
“terus… kalo nggak salah… Deva dan Ray juga tetep di café…”
“Asyiiiiik…. hari ini hari terseru dalam kehidupanku!…”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar